Kisah sukses Sakichi Toyoda - Pendiri Toyota
Sakichi Toyoda adalah seorang penemu
dan industrialis Jepang. Ia dilahirkan di Kosai, Shizuoka. Anak seorang tukang
kayu miskin, Toyoda ini disebut sebagai “Raja Penemu Jepang”. Karir Sakichi
Toyoda sering disebut sebagai bapak revolusi industri Jepang. Ia juga merupakan
pendiri Toyota Industries Co, Ltd. Lahir 14 Februari 1867 (1867/02/14) di
Jepang, Meninggal 30 Oktober 1930 di Jepang . Dia menciptakan berbagai
perangkat tenun.
Penemuan yang paling terkenal adalah
kekuatan otomatis tenun di mana ia menerapkan prinsip Jidoka (otonom
otomatisasi). Prinsip Jidoka, yang berarti bahwa mesin berhenti sendiri bila
masalah terjadi, kemudian menjadi bagian dari Toyota Production System. .
Toyoda mengembangkan konsep dari 5 mengapa: Ketika terjadi masalah, bertanya
‘mengapa’ lima kali untuk mencoba untuk menemukan sumber masalahnya, kemudian
dimasukkan ke tempat sesuatu untuk mencegah masalah tersebut dari berulang.
Konsep ini digunakan sekarang sebagai bagian dari bersandar menerapkan
metodologi untuk memecahkan masalah, meningkatkan kualitas, dan mengurangi
biaya.
Sejarah Toyota Motor Corporation
didirikan pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik Tenun Otomatis
Toyota. Divisi mobil perusahaan tersebut kemudian dipisahkan pada 27 Agustus
1937 untuk menciptakan Toyota Motor Corporation seperti saat ini. Berangkat
dari industri tekstil, Toyota menancapkan diri sebagai salah satu pabrikan
otomotif yang cukup terkemuka di seluruh dunia. Merek yang memproduksi 1 mobil
tiap 6 detik ini ternyata
menggunakan
penamaan Toyota lebih karena penyebutannya lebih enak daripada memakai nama
keluarga pendirinya, Toyoda. Inilah beberapa tonggak menarik perjalanan Toyota.
Toyota merupakan pabrikan mobil
terbesar ketiga di dunia dalam unit sales dan net sales. Pabrikan terbesar di
Jepang ini menghasilkan 5,5 juta unit mobil di seluruh dunia. Jika dihitung,
angka ini ekuivalen dengan memproduksi 1 unit mobil dalam 6 detik. Dibandingkan
dengan industri-industri otomotif lain yang menggunakan nama pendirinya sebagai
merek dagang seperti Honda yang didirikan oleh Soichiro Honda, Daimler-Benz
(Gottlieb Daimler dan Karl Benz), Ford (Henry Ford), nama Toyoda tidaklah
dipakai sebagai merek. Karena berangkat dari pemikiran sederhana dan visi waktu
itu, penyebutan Toyoda kurang enak didengar dan tidak akrab dikenal sehingga
diplesetkan menjadi Toyota. Sakichi Toyoda lahir pada bulan Februari 1867 di
Shizuoka, Jepang. Pria ini dikenal sebagai penemu sejak berusia belasan tahun.
Toyoda mengabdikan hidupnya mempelajari dan mengembangkan perakitan tekstil.
Dalam usia 30 tahun Toyoda menyelesaikan mesin tenun. Ini kemudian mengantarnya
mendirikan cikal bakal perakitan Toyota, yakni Toyoda Automatic Loom Works,
Ltd. pada November 1926. Di sini hak paten mesin tekstil otomatisnya kemudian dijual
kepada Platt Brothers & Co, Ltd. dari Inggris, Britania Raya. Hasil
penjualan paten ini, dijadikan modal pengembangan divisi otomotif.
Mulai tahun 1933, ketika Toyoda
membangun divisi otomotif, tim yang kemudian banyak dikendalikan oleh anaknya
Kiichiro Toyoda, tiada henti menghasilkan inovasi-inovasi terdepan di zamannya.
Mesin Tipe A berhasil dirampungkan pada 1934. Setahun kemudian mesin ini
dicangkokkan prototipe pertama mobil penumpang mereka, A1. Divisi otomotif
Toyoda juga menghasilkan truk model G1. Di tahun 1936 mereka meluncurkan mobil
penumpang pertama mereka, Toyoda AA (kala itu masih menggunakan nama Toyoda).
Model ini dikembangkan dari prototipe model A1 dan dilengkapi bodi dan mesin A.
Kendaraan ini dari awal diharapkan menjadi mobil rakyat. Konsep produk yang
terus dipegang Toyota hingga sekarang. Empat tahun menunggu dirasa cukup
melahirkan perusahaan otomotif sendiri dan melepaskan diri dari industri
tekstil mereka.
Kemudian tahun 1937 mereka
meresmikan divisi otomotif dan memakai nama Toyota, bukan Toyoda seperti nama
industri tekstil. Pengambilan nama Toyota dalam bahasa Jepang terwakili dalam 8
karakter, dan delapan adalah angka keberuntungan bagi kalangan masyarakat
Jepang. Alasan lain yang dianggap masuk akal adalah industri otomotif merupakan
bisnis gaya hidup dan bahkan penyebutan sebuah nama (dan seperti apa
kedengarannya), menjadi sisi yang begitu penting. Karena nama Toyoda dianggap
terlalu kaku di dalam bisnis yang dinamis sehingga diubah menjadi Toyota yang
dirasa lebih baik.
Tahun 1937 merupakan era penting
kelahiran Toyota Motor Co, Ltd. cikal bakal raksasa Toyota Motor Corp (TMC)
sekarang. Semangat inovasi Kiichiro Toyoda tidak pernah redup. Toyota kemudian
berkembang menjadi penghasil kendaraan tangguAa 1940-an, Toyota sibuk
mengembangkan permodalan termasuk memasukkan perusahaan di lantai bursa di
Tokyo, Osaka dan Nagoya. Setelah era Perang Dunia II berakhir, tahun 1950-an
merupakan pembuktian Toyota sebgai penghasil kendaraan serba guna tangguh.
Waktu itu kendaraan Jeep akrab di Jepang. Terinspirasi dari mobil ini, Toyota
kemudian mengembangkan orototipe Land Cruiser yang keluar tahun 1950. Setahun
kemudian meluncurkan secara resmi model awal Land Cruiser yakni model BJ. Bulan
Juli tahun itu, test drivernya Ichiro Taira mengakhiri uji coba dengan hasil
luar biasa. Diinspirasi oleh tokoh Samurai Heikuro Magaki yang mendaki Gunung
Atago di atas kuda tahun 1643, Taira mengemudikan Toyota BJ-nya ke kuil Fudo di
kota Okasaki.
Ini
sekaligus dipakai sebagai promosi ketangguhan mobil segala medan ini. Tak lama
berselang, Toyota Land Cruiser mulai menandingi dominasi Jeep Willys. Bahkan
dengan model-model selanjutnya, Toyota Land Cruiser bisa diterima di pasar yang
kala itu sulit ditembus yakni Amerika Utara. Lewat model ini, Toyota masuk ke
pasar-pasar di berbagai belahan dunia, Termasuk di Indonesia yang dikenal
sebagai sebagai Toyota Hardtop Land Cruiser FJ40/45. Di Afrika, model-model
Toyota Land Cruiser ini digunakan sebagai Technical alias jip bersenjata yang
dibekali senapan mesin ringan, berat atau bahkan senjata basoka tanpa tolak
balik (Recoilless bazooka) dan diterjunkan sepanjang konflik-konflik bersenjata
dengan kinerja sangat tangguh. Toyota tidak hanya dikenal melalui Toyota Land
Cruiser. Mereka juga mengembangkan model yang menjadi favorit dunia, sedan
kecil. Lewat Corolla yang memulai debutnya pada tahun 1966, sedan mungil
generasi awal ini memakai penggerak belakang mengubah tatanan sedan bongsor
yang populer saat itu menuju arah sedan kecil yang kompak, irit dan ringkas.
Memasuki tahun 1975, Corolla masuk dalam generasi ketiga dan terjual lebih dari
5 juta unit. Hal yang menakjubkan ini masih kokoh hingga sekarang. Mesin mobil
Corolla
ini
kemudian digunakan di Indonesia sebagai mesin untuk kendaraan niaga keluarga
serbaguna, Toyota Kijang generasi awal yang dikenal sebagai Kijang Buaya.
Sejalan makin
mengglobalnya
produk Toyota, mereka sadar tidak mempunyai grafik logo. Bahkan di Indonesia
dijumpai kendaraan bermerk Toyota seperti Toyota Kijang dengan logo TOYOTA pada
grill di bagian bonnet (hidung) mobil. Di tahun 1989 Toyota akhirnya memutuskan
untuk membuat dua lingkaran oval (elips) yang menghasilkan huruf T dan ellips
ketiga mengisyaratkan akan the spirit of understanding in design. Lingkaran
ketiga itu sekaligus mengelilingi kedua lingkaran ellips sebelumnya yang
berbentuk T itu sebagai bukti menjaga dan mempengaruhi sekelilingnya. Di tahun
1990-an, Toyota semakin membuktikan bahwa mobil Jepang dapat bersaing dengan
mobil Eropa dan Amerika. Toyota Celica berhasil menjadi juara rally dunia, dan
Toyota Camry menjadi mobil paling laris di Amerika.
WIRAUSAHAWAN
SUKSES
“SOICHIRO HONDA”
Honda menghabiskan masa kecilnya membantu ayahnya dalam bisnis
reparasi sepeda. Pada saat 15 tahun, tanpa pendidikan formal, Honda pindah ke Tokyo untuk
mencari kerja. Dia bekerja magang di sebuah bengkel pada 1922, dan setelah
mempertimbangkan pekerjaannya, ia tetap bekerja di sana selama enam tahun lagi
sebelum kembali ke kampung halamannya untuk memulai usaha reparasi mobilnya
pada 1928 dalam usia
22 tahun.
Honda menyukai balapan otomotif dan
menciptakan rekor kecepatan pada 1936. Dia kemudian mengalami cedera dalam sebuah
kecelakaan yang parah - tulangnya patah termasuk di kedua pergelangan tangannya
- dan berhasil dibujuk istrinya untuk berhenti membalap.Semua berawal dari
Soichiro yang berumur 16 tahun, dan tak mau melanjutkan sekolah. Karena ia
menganggap sekolah saat itu hanya membuang waktu. Ia hanya ingin mendalami
tentang mesin mobil. Akhirnya, ayahnya yang mengerti betul tentang ambisinya
mengenalkan kepada seorang teman di Tokyo bernama Kashiwabara, seorang direktur
bengkel mobil bernama Art. Akhirnya pada bulan Maret 1922, Soichiro diantar
ayahnya ke Tokyo untuk bekerja disana. Tapi bukan sebagai teknisi atau yang
berhubungan dengan mesin, ia hanya sebagai pengasuh bayi. Bayi yang ia asuh
adalah anak dari direktur bengkel Art.
Dari sanalah pengetahuannya tentang mesin berkembang. Ia mencuri-curi waktu pada saat bengkel tutup untuk sekedar melihat dan menganalisa mesin mobil. Apalagi ketika ia menemukan sebuah buku di perpustakaan, dan mengumpulkan uang gajinya hanya untuk menyewa buku tersebut. Buku yang pertama ia baca adalah Sistem Pembakaran Dalam.
Pada suatu hari, ketika Soichiro sedang mengepel lantai, ia diajak majikannya untuk membantu di bengkel, karena hari itu bengkel sedang sibuk. Dan disinilah ia menunjukkan kemampuannya membetulkan mesin mobil Ford model T yang dikeluarkan pada tahun 1908. Dengan pengetahuannya mencuri-curi waktu untuk sekedar mengintip mesin mobil dan ilmu yang ia dapat dari buku, akhirnya ia berhasil membuat takjub para teknisi lain.
Pada umur 18 tahun, ia pergi ke kota Marioka untuk membetulkan mesin mobil. Karena masih muda, sampai-sampai penjemput keheranan.
“Tuan bengkel Art-nya sedang ke toilet ya?” tanya salah satu dari dua orang penjemput, karena sangat tidak percaya yang ia jemput hanyalah anak muda berumur belasan tahun.
“Sayalah yang anda maksud, terima kasih sudah menjemput saya” jawab Soichiro santai.
Hihihi.. lucu juga kalau melihat wajah kedua penjemput itu. Ketakjuban para teknisi tidak sampai disitu, saat ia mulai membongkar mobil pun, banyak yang tak percaya ia bisa memasangnya kembali. Tapi ternyata, ia berhasil membetulkan mobil tersebut. Dengan prestasinya tersebut, pada usia 22 tahun ia sudah menjadi kepala bengkel Art, dan dipercaya untuk membuka cabang di kota Hamamatsu.
Pada tahun 1928 Soichiro menjadi kepala bengkel Art cabang Hamamatsu. Awalnya bengkel tersebut hanya mempunyai 1 orang karyawan, tapi setelah 3 tahun berdiri, sudah mempunyai sekitar 50 orang karyawan. Selama kurun waktu tersebut, masalah perbaikan mobil diserahkan kepada anak buahnya yang terlebih dahulu diberikan pengetahuan tentang mesin. Sedangkan Soichiro hanya memeriksa hasil kerja anak buahnya, dan lebih berkonsentrasi pada peningkatan kreativitas dan pengetahuannya dalam bidang mesin.
Sebagai kepala bengkel, ia terkenal galak dan keras. Ia tak segan untuk memukul kepala anak buahnya dengan obeng atau kunci pas (seperti yang terlihat di buku, entah itu benar atau tidak). Dari seluruh karyawannya, terdapat dua golongan. Yang satu adalah yang bertahan dan yang melarikan diri. Dan biasanya, orang-orang yang bertahan adalah orang-orang yang menjadi teknisi handal.
Pada kurun waktu 3 tahun, Soichiro membuat veleg mobil yang terbuat dari besi. Di masa itu, veleg mobil terbuat dari kayu, sehingga jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, poros veleg tersebut akan longgar.
Pada tahun 1933, ternyata Soichiro sudah mulai membuat mobil balap dengan tangannya sendiri, yang ia namakan Curtis. Nama Curtis diambil dari nama mesin yang ia gunakan, mesin pesawat jenis Curtis A1. Dengan mobil buatannya, ia pernah menjuarai balapan tetapi hanya sebagai navigator, bukan sebagai pembalap.
Di tahun yang sama, Soichiro menikah dengan Sachi, seorang wanita berpendidikan. Kehadiran Sachi yang berpendidikan, bagi Soichiro yang tidak menjalani pendidikan formal menjadi sangat besar artinya. Sachi tidak hanya berperan sebagai istri, tapi juga guru yang mengajarkan tata krama dan ilmu-ilmu dasar. Tapi yang paling besar artinya adalah bagaimana Sachi mengerti tentang minat Soichiro pada bidang teknik.
Pada tahun 1934, Soichiro berencana membuat mobil sendiri. Bukan mengambil mesin mobil dari merek-merek terkenal di masa itu. Niat itu pun ia jalani dengan terlebih dahulu membuat ring piston. Di tahun 1935, tepat disamping bengkel Art ia membuat papan nama Pusat Penelitian Ring Piston Art.
Ring piston buatan Soichiro selalu gagal, karena ia sama sekali tak mengerti masalah pencampuran logam. Karena ring piston buatannya selalu patah atau menggores dinding slinder. Akhirnya ia datang ke Sekolah Tinggi Hamamatsu jurusan mesin, dan diberitahu bahwa ada campuran lain yang diperlukan untuk membuat ring piston, diantaranya silikon. Dengan informasi yang ia terima, akhirnya ia punya tekad yang bulat untuk melanjutkan sekolah, walaupun saat itu Soichiro sudah berumur 28 tahun.
Akhirnya 3 tahun kemudian, tepatnya tanggal 20 November 1937 ring piston berhasil dibuatnya. Dan pada tahun 1938 ia mendirikan pabrik pembuatan ring piston bernama Tokai Seiki. Sedangkan bengkel yang ia kepalai diserahkan kepada anak buahnya untuk dikelola.
Bengkel yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun 1941 setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah perang dunia ke-2, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang. Dan hidup Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan pekerjaan apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik, bahkan ia hanya ingin belajar bermain suling saat itu.
Di masa setelah perang, dimana benda-benda masih sangat langka, justru industri tekstil berkembang sangat pesat saat itu. Kabarnya, orang-orang yang mempunyai mesin tenun, sekali menggerakkan mesinnya, ia bisa mendapatkan 10 ribu yen. Dan saat itu Soichiro berfikir bagaimana membuat mesin tenun yang lebih canggih dari yang ada saat itu. Ia pun mendirikan pabrik pembuatan mesin tenun yang akhirnya terhenti karena kurang modal.
Saat pabrik yang ia buat terhenti, ada seorang teman yang menawarkan mesin pemancar radio bekas kegiatan perang yang ternyata berjumlah 500 buah. Dan Soichiro diminta untuk memanfaatkan mesin tersebut.
Setelah melihat sepeda, ia pun berniat membuat sepeda motor dengan mesin pemancar radio. Cara mengendarai sepeda motor saat itu juga sangat berlainan dengan yang ada sekarang. Pertama-tama mesih harus dipanaskan dengan api, dan digenjot minimal 30 menit, baru mesin bisa digunakan. Tapi tetap saja laku keras, dan kapasitas produksi saat itu 1 unit lebih dalam 1 hari. Dalam setahun saja, 500 buah pemancar radio habis.
Dengan prestasi tersebut, Soichiro terus mengembangkan mesin sepeda motor, dan berhasi menciptakan sepeda motor yang dinamakan Dream D, setelah membuat mesin A, B, dan C. Motor buatan Soichiro ini adalah mesin 2 tak dengan 98 cc dan kecepatan maksimum hanya 50 km/jam.
Bersamaan dengan akan dipasarkannya Dream D, seorang marketer hebat bernama Fujisawa ikut menggabungkan diri dengan Soichiro dan membangun pabrik pembuatan sepeda motor. Kemudian selanjutnya, kehadiran Fujisawa membawa perubahan besar terhadap perusahaan bernama Honda.
Sebelum Dream D dipasarkan, Fujisawa menguju coba motor tersebut kepada masyarakat. Dan diketahui, karena Dream D adalah motor 2 tak, maka kebisingan yang dibuat menjadi masalah. Dan dengan demikian, Fujisawa memaksa Soichiro untuk membuat mesin 4 tak yang miskin suara kebisingan. Akhirnya mesin 4 tak dibuat dan berhasil menjadi nomor satu di Jepang. Dengan mesin 4 tak ini, kecepatan maksimum adalah 75 km/jam.
Dari sanalah pengetahuannya tentang mesin berkembang. Ia mencuri-curi waktu pada saat bengkel tutup untuk sekedar melihat dan menganalisa mesin mobil. Apalagi ketika ia menemukan sebuah buku di perpustakaan, dan mengumpulkan uang gajinya hanya untuk menyewa buku tersebut. Buku yang pertama ia baca adalah Sistem Pembakaran Dalam.
Pada suatu hari, ketika Soichiro sedang mengepel lantai, ia diajak majikannya untuk membantu di bengkel, karena hari itu bengkel sedang sibuk. Dan disinilah ia menunjukkan kemampuannya membetulkan mesin mobil Ford model T yang dikeluarkan pada tahun 1908. Dengan pengetahuannya mencuri-curi waktu untuk sekedar mengintip mesin mobil dan ilmu yang ia dapat dari buku, akhirnya ia berhasil membuat takjub para teknisi lain.
Pada umur 18 tahun, ia pergi ke kota Marioka untuk membetulkan mesin mobil. Karena masih muda, sampai-sampai penjemput keheranan.
“Tuan bengkel Art-nya sedang ke toilet ya?” tanya salah satu dari dua orang penjemput, karena sangat tidak percaya yang ia jemput hanyalah anak muda berumur belasan tahun.
“Sayalah yang anda maksud, terima kasih sudah menjemput saya” jawab Soichiro santai.
Hihihi.. lucu juga kalau melihat wajah kedua penjemput itu. Ketakjuban para teknisi tidak sampai disitu, saat ia mulai membongkar mobil pun, banyak yang tak percaya ia bisa memasangnya kembali. Tapi ternyata, ia berhasil membetulkan mobil tersebut. Dengan prestasinya tersebut, pada usia 22 tahun ia sudah menjadi kepala bengkel Art, dan dipercaya untuk membuka cabang di kota Hamamatsu.
Pada tahun 1928 Soichiro menjadi kepala bengkel Art cabang Hamamatsu. Awalnya bengkel tersebut hanya mempunyai 1 orang karyawan, tapi setelah 3 tahun berdiri, sudah mempunyai sekitar 50 orang karyawan. Selama kurun waktu tersebut, masalah perbaikan mobil diserahkan kepada anak buahnya yang terlebih dahulu diberikan pengetahuan tentang mesin. Sedangkan Soichiro hanya memeriksa hasil kerja anak buahnya, dan lebih berkonsentrasi pada peningkatan kreativitas dan pengetahuannya dalam bidang mesin.
Sebagai kepala bengkel, ia terkenal galak dan keras. Ia tak segan untuk memukul kepala anak buahnya dengan obeng atau kunci pas (seperti yang terlihat di buku, entah itu benar atau tidak). Dari seluruh karyawannya, terdapat dua golongan. Yang satu adalah yang bertahan dan yang melarikan diri. Dan biasanya, orang-orang yang bertahan adalah orang-orang yang menjadi teknisi handal.
Pada kurun waktu 3 tahun, Soichiro membuat veleg mobil yang terbuat dari besi. Di masa itu, veleg mobil terbuat dari kayu, sehingga jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, poros veleg tersebut akan longgar.
Pada tahun 1933, ternyata Soichiro sudah mulai membuat mobil balap dengan tangannya sendiri, yang ia namakan Curtis. Nama Curtis diambil dari nama mesin yang ia gunakan, mesin pesawat jenis Curtis A1. Dengan mobil buatannya, ia pernah menjuarai balapan tetapi hanya sebagai navigator, bukan sebagai pembalap.
Di tahun yang sama, Soichiro menikah dengan Sachi, seorang wanita berpendidikan. Kehadiran Sachi yang berpendidikan, bagi Soichiro yang tidak menjalani pendidikan formal menjadi sangat besar artinya. Sachi tidak hanya berperan sebagai istri, tapi juga guru yang mengajarkan tata krama dan ilmu-ilmu dasar. Tapi yang paling besar artinya adalah bagaimana Sachi mengerti tentang minat Soichiro pada bidang teknik.
Pada tahun 1934, Soichiro berencana membuat mobil sendiri. Bukan mengambil mesin mobil dari merek-merek terkenal di masa itu. Niat itu pun ia jalani dengan terlebih dahulu membuat ring piston. Di tahun 1935, tepat disamping bengkel Art ia membuat papan nama Pusat Penelitian Ring Piston Art.
Ring piston buatan Soichiro selalu gagal, karena ia sama sekali tak mengerti masalah pencampuran logam. Karena ring piston buatannya selalu patah atau menggores dinding slinder. Akhirnya ia datang ke Sekolah Tinggi Hamamatsu jurusan mesin, dan diberitahu bahwa ada campuran lain yang diperlukan untuk membuat ring piston, diantaranya silikon. Dengan informasi yang ia terima, akhirnya ia punya tekad yang bulat untuk melanjutkan sekolah, walaupun saat itu Soichiro sudah berumur 28 tahun.
Akhirnya 3 tahun kemudian, tepatnya tanggal 20 November 1937 ring piston berhasil dibuatnya. Dan pada tahun 1938 ia mendirikan pabrik pembuatan ring piston bernama Tokai Seiki. Sedangkan bengkel yang ia kepalai diserahkan kepada anak buahnya untuk dikelola.
Bengkel yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun 1941 setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah perang dunia ke-2, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang. Dan hidup Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan pekerjaan apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik, bahkan ia hanya ingin belajar bermain suling saat itu.
Di masa setelah perang, dimana benda-benda masih sangat langka, justru industri tekstil berkembang sangat pesat saat itu. Kabarnya, orang-orang yang mempunyai mesin tenun, sekali menggerakkan mesinnya, ia bisa mendapatkan 10 ribu yen. Dan saat itu Soichiro berfikir bagaimana membuat mesin tenun yang lebih canggih dari yang ada saat itu. Ia pun mendirikan pabrik pembuatan mesin tenun yang akhirnya terhenti karena kurang modal.
Saat pabrik yang ia buat terhenti, ada seorang teman yang menawarkan mesin pemancar radio bekas kegiatan perang yang ternyata berjumlah 500 buah. Dan Soichiro diminta untuk memanfaatkan mesin tersebut.
Setelah melihat sepeda, ia pun berniat membuat sepeda motor dengan mesin pemancar radio. Cara mengendarai sepeda motor saat itu juga sangat berlainan dengan yang ada sekarang. Pertama-tama mesih harus dipanaskan dengan api, dan digenjot minimal 30 menit, baru mesin bisa digunakan. Tapi tetap saja laku keras, dan kapasitas produksi saat itu 1 unit lebih dalam 1 hari. Dalam setahun saja, 500 buah pemancar radio habis.
Dengan prestasi tersebut, Soichiro terus mengembangkan mesin sepeda motor, dan berhasi menciptakan sepeda motor yang dinamakan Dream D, setelah membuat mesin A, B, dan C. Motor buatan Soichiro ini adalah mesin 2 tak dengan 98 cc dan kecepatan maksimum hanya 50 km/jam.
Bersamaan dengan akan dipasarkannya Dream D, seorang marketer hebat bernama Fujisawa ikut menggabungkan diri dengan Soichiro dan membangun pabrik pembuatan sepeda motor. Kemudian selanjutnya, kehadiran Fujisawa membawa perubahan besar terhadap perusahaan bernama Honda.
Sebelum Dream D dipasarkan, Fujisawa menguju coba motor tersebut kepada masyarakat. Dan diketahui, karena Dream D adalah motor 2 tak, maka kebisingan yang dibuat menjadi masalah. Dan dengan demikian, Fujisawa memaksa Soichiro untuk membuat mesin 4 tak yang miskin suara kebisingan. Akhirnya mesin 4 tak dibuat dan berhasil menjadi nomor satu di Jepang. Dengan mesin 4 tak ini, kecepatan maksimum adalah 75 km/jam.
Di mata karyawannya, Soichiro
terkenal keras, bahkan tak jarang dia "''main tangan''" dalam arti
yang sesungguhnya. Bekerja dengan Soichiro berarti ada dua pilihan: pindah ke
perusahaan lain atau belajar dengannya.
Selain mencintai dunia permesinan,
Soichiro sendiri tergila-gila dalam dunia balap. Itu pula yang kemudian menjadi
kunci suksesnya. Dari arena balap, dia mendapatkan masukan berharga bagi
pengembangan produknya. Bahkan ketika baru memasuki dunia pembuatan [[mobil]]
pada tahun [[1962]], hanya 2 tahun sesudahnya, ia langsung merealisasikan idamannya,
terjun di arena [[Formula 1]]. Sedangkan di kancah produksi massal, Honda
menelurkan produk yang sangat disukai pasar, hemat bahan bakar dan berkecepatan
tinggi, yang menjadi trade merk Honda hingga sekarang. Ketika ia pensiun pada
[[1973]], ia menyerahkan pimpinannya pada [[Kiyoshi Kawashima]]. Soichiro
meninggal pada tahun 1991 di usia 84 akibat penyakit liver. Meninggalkan
istrinya, Sachi dan seorang anak laki-laki serta dua anak perempuan.